Oleh: Angelina Restu
Topik: Kesadaran Bela Negara
Kunjungi Artikel Asli
Kebhinekaan Indonesia memang sudah mulai memudar khasiatnya. Banyaknya masalah yang mendera Indonesia, seperti agama dipakai sebagai bisnis terror. Politik suap pun menyemarak dengan apa yang disebut demokrasi dan korupsi yang merambah di berbagai sektor.
Nilai kultural dan wilayah perbatasan yang diklaim oleh negara tetangga. Para peneliti kita pun diincar pihak asing. Dengan berbagai masalah yang kompleks, para pemerintah yang memegang kebijakan menjadi ragu dan lamban bertindak terhadap ancaman-ancaman ketahanan nasional. Dengan kondisi ketenegakerjaan yang susah, kadang orang lemah pun rentan menjadi korban diperdagangkan, contohnya pembantu rumah tangga di luar negeri. Kadang dengan solidaritas yang buruk ini , bisa saja kita berpikir, benarkah kita sebuah bangsa?
Beberapa gejala krisis solidaritas menyebabkan rasa bela negara Indonesia semakin berkurang, seperti masyarakat yang individualis dan kurang mau mengambil resiko atas tindakannya untuk Negara , selain itu paham pembaharuan dengan cara kekerasan berkedok latar belakang agama , dan politik dengan campur tangan uang yang memunculkan beberapa kasus di Indonesia
“Lemahnya pengontrolan publik dari sistem pemerintahan dan karena ketidakpastian komunikasi di masyarakat yang makin besar sehingga publik cenderung bermental, dan berperilaku individualis”. (Kompas, 2011: “Pemerintah dan Solidaritas Bangsa”) Dengan banyaknya keraguan masyarakat, politikpun sulit menggalang solidaritas sosial seperti pajak untuk Negara. karena individu cenderung mengamankan diri ditengah meningkatnya ketidak percayaan pada pemimpin yang korupsi, karena pemerintah yang seharusnya mengamankan malah kadang mejadi faktor yang berisiko bagi rakyat
Memudarnya solidaritas bangsa seiring dengan kejadian seperti teror bom yang pernah marak terjadi beberapa bulan yang lalu. Terlibatnya warga negara kita dalam terror bom,bom bunuh diri, pembakaran gereja gereja , hal ini menunjukkan bagaimana rasa heroisme dan perngorbanan menjadi tidak rasional. Berbeda jauh dengan contoh tindakan heroisme dan pengorbanan yang benar pada jaman perebutan kemerdekaan akan penjajah. Hasilnya yang terjadi hanyalah penyesalan publik ketika kita menyadari bahwa para pelaku itu adalah anak bangsa yang sama dengan korbannya. “Anak bangsa kita tidak akan mengisi bom rakitan ke dalam ranselnya dan mebiarkan dirinya terkoyak oleh ledakannya jika komunitasnya tidak lebih dulu terkoyak” (Kompas, 2010: “Aksi Bom Bunuh Diri di Bali ”).
Ketiga adalah kode atau uang . Dalam jaman modern sekarang ini, uang menjadi kode utama dalam interaksi di sosial. Dengan kode ini, loyalitas kebangsaan menjadi relatif. Uang menjadi standart apa yang diinginkan bisa tercapai atau tidak. Pudarnya bangsa bisa disertai pudarnya inisiatif pemimpin untuk melaksanakan kebijaksanaan untuk kepentingan umum karena perhitungan perputaran keungan untuk melaksanakan kebijakan tersebut, selain itu ada suatu kasus dimana suatu kelompok tentara dari Indonesia, yang malah menguatkan pertahanan untuk negara tetangga, karna loyalitas yang bergantung pada kode penyejahteraan tersebut. Oleh karena itu, antusiasme rakyat akan solidaritas sendiri ikut memudar. Individu bertindak berdasar imbalan apa yang diperoleh dan hanya mementingkan kepentingannya sendiri
Sekarang ini di parlemen, pengadilan, dan pemerintahan. Uang sebagai kode baru yang menggantikan penggerakan suara untuk pemilu. Sudah bukan rahasia lagi, demokrasi dalam pemilu hanyalah perputaran keuangan belaka. Politis yang terpilih sebagai pilihan di pemilu sudah bukan rahasia bila menggunakan kampanye sebagai ajang untuk merayu dan memberi janji, lalu setelah terpilih, ia meraup keuntungan dari posisinya. Jadi kemiskinan adalah hal yang wajar yang berdampak dari demokratis ini sendiri.
Yang dibutuhkan agar menjadi lebih baik adalah kepemimpinan demokratis yang bisa dipercaya publik . Karena masyarakat sendiri cenderung kurang percaya pada pemerintahan. Karna pemimpin saat ini sudah terkenal akan kuasa dan politik uang. Hukum pun juga kurang dipercaya akan alasan serupa.Kuasa dan keuangan yang salah dipergunakan. Sehingga, masyarakat butuh pemimpin yang membuat hukum melindungi anak anak bangsa dan masyarakat yang dirugikan. Sebab kebijakan hanya akan menjatuhkan banyak korban jika tidak diimbangi proteksi atas hak hak ekonomi dan sosial warga
Dengan kepemimpinan yang berkarakter, bisa menghentikan politik uang dalam pemerintahan demokratis kita, Masalah politik uang terletak pada sikap keserakahan . Perpajakan misalnya, jika perpajakan dikelola dengan baik tentu bisa menjadi berkah yang baik. Hasil pajak yang akan kembali ke pembayar dalam bentuk pelayanan-pelayanan public, termasuk membiayai pengawasan terhadap pemerintahan. Jangan bicara nasionalisme pembayar pajak sebelum ada bukti atas nasionalisme penggelolaan pajak dalam bentuk peningkatan kesejahteraan dan perlindungan hak hak asasi warga Negara. Solidaritas baru itu pada akhirnya diproduksi lewat keadilan.
Negara membutuhkan kepemimpinan yang mampu meningkatkan pembangunan untuk negara. Kepemimpinan yang lembek hanya akan menggiring kita pada ancaman keadaan tidak bersatu padu ketika daerah kecil dibiarkan membuat aturan mereka sendiri. Sikap pemimpin yang lembek ini bisa menyebabkan perpecahan
Suatu kebijakan yang meningkatkan pendapatan pekerja kita di dalam negeri, misalnya akan mencegah orang untuk berkerja sebagai buruh migrant ke luar negeri. “Sebutan- seperti ‘pahlawan devisa’ bagi TKI terdengar hanyalah pemanis untuk kondisi ketenagakerjaan yang belum cukup memartabatkan anak bangsa sendiri”.(Kompas, 2010 : “Korban TKI Indonesia di aniaya majikan di Malaysia”) Seperti maraknya kasus penganiayaan para pahlwan devisa yang terkesan kurang dipedulikan. Naasnya, pemerintah terkesan baru memperdulikan para pahlawan devisa saat kabar TKI yang teraniaya sampai mati. Tantangan kebangsaan kita dewasa ini bukan perang ataupun penjajahan, melainkan pasar global yang memperlakukan anak bangsa kita sebagai komoditas / benda-benda ekonomis.
Tantangan kebangsaan terkait dengan kemampuan pemerintah menghubungkan sistem politik dengan solidaritas kewarganegaraan. Dalam praktik sosial ada contoh yang perlu didukung seperti praktik spontan solidaritas kewarganegaraan dalam berbagai tragedi di nasional contohnya saat kejadian bencana alam dimana Negara seolah absen dan menggantungkan bantuan .Solidaritas spontan seperti kelompok-kelompok lintas agama yang merupakan toleransi dan inisiatif warga yang berbeda suku dan agama untuk menolong korban bencana. Solidaritas warga seperti itu adalah daya pembangunan toleransi di negara yang lebih kuat.
Pengertian kesadaran bela negara adalah “kondisi psikologis yang mencerminkan tekad, sikap, dan perilaku warganegara Indonesia berdasar Pancasila dan UUD 1945 untuk kelangsungan Negara”. (Sedarnawati Yasni, 2010: 55) Kesadaran bela negara bisa tumbuh pada rakyat dengan pemerintah memang memperhatikan nasibnya sehingga muncul hubungan timbal balik antara pemerintah dan masyarakat membuat negara maju dan membuat masyarakat lebih mencintai tanah airnya . Dengan kondisi ini , akan tumbuh budi pekerti dan rasa bela negara dari rakyat Indonesia.Dimana bela Negara diatur dalam pasal 9 ayat (1) Undang undang nomor 3 tahun 2002 yang berbunyi bahwa “Setiap Warga Negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya negara”. (Sedarnawati Yasni, 2010: 57) Kesadaran bernegara dan bela negara dapat dimulai dari kesadaran pada lingkungan terkecil : dari keluarga, RT, RW, kelurahan, kecamatan, kota/kabupaten, provinsi, hingga akhirnya pada negara . Selain itu dengan memupuk terus rasa kepercayaan rakyat pada pemerintah, muncul semangat rakyat untuk memberikan karya untuk negerinya yang bisa menambah majunya bangsa.
Daftar Pustaka:
Kompas, Kamis 20 Oktober 2011: “Pemerintah dan Solidaritas Bangsa”
Kompas, 2010: “Aksi Bom Bunuh Diri di Bali ”
Kompas, 2010 : “Korban TKI Indonesia di aniaya majikan di Malaysia”
Sedarnawati, Yasni[2010:55]Citizenship “Pengertian kesadaran bela negara adalah….” Jakarta:Media Aksara
Sedarnawati, Yasni[2010:57] Citizenship “Bela Negara diatur dalam pasal….” Jakarta:Media Aksara
Krisis Kesadaran Bernegara Dan Berkebangsaan Dalam Bela Negara
Posted by
Citizenship
|
Selasa, 13 Desember 2011
|
|
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar